Syarat & Ketentuan Terbaru RKAB Minerba: Kembali ke Sistem Tahunan Mulai 2026
Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) merupakan instrumen vital dalam tata kelola pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Dokumen ini bukan sekadar formalitas administratif, tetapi menjadi dasar dalam pengawasan produksi, perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hingga instrumen pengendalian pasar global. Seiring perkembangan industri dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan pasar internasional, pemerintah memperbarui kebijakan mengenai RKAB. Salah satu perubahan penting adalah penetapan kembali masa berlaku RKAB menjadi tahunan mulai tahun 2026.
1. Landasan Regulasi Terkini
Kebijakan terbaru terkait RKAB Minerba tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan rangkaian pembaruan regulasi dalam beberapa tahun terakhir:
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2020 dan UU No. 6 Tahun 2023, sebagai dasar hukum utama penyelenggaraan usaha pertambangan.
- PP No. 96 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba.
- PP No. 25 Tahun 2024 yang mempertegas mekanisme RKAB, termasuk memperpanjang masa berlaku melalui e-RKAB.
- Permen ESDM No. 10 Tahun 2023 yang menetapkan bahwa RKAB eksplorasi berlaku tahunan, sementara RKAB operasi produksi berlaku tiga tahun.
- Permen ESDM No. 15 Tahun 2024 yang merevisi beberapa ketentuan sebelumnya, memberi kejelasan tambahan terkait tata cara penyusunan dan evaluasi RKAB.
Dari regulasi ini terlihat bahwa pemerintah berupaya mencari keseimbangan antara penyederhanaan birokrasi dan kebutuhan fleksibilitas pengendalian produksi. Namun, dinamika global dan pengalaman praktik menunjukkan perlunya penyesuaian lebih lanjut.
2. Perubahan Utama: RKAB Kembali Menjadi Tahunan
Pada 2023, pemerintah memperkenalkan sistem RKAB tiga tahunan untuk operasi produksi, dengan tujuan menyederhanakan administrasi dan memberi kepastian jangka menengah bagi investor. Namun, setelah dua tahun berjalan, sistem tersebut dinilai memiliki kelemahan. Produksi yang terikat pada rencana jangka panjang membuat pemerintah kesulitan melakukan intervensi cepat ketika terjadi gejolak harga atau overproduksi. Hal ini terutama dirasakan di sektor batubara, di mana lonjakan produksi sempat menekan harga global dan berpotensi mengurangi kontribusi PNBP.
Belajar dari pengalaman tersebut, pemerintah bersama DPR menyepakati bahwa mulai 2026, semua RKAB kembali bersifat tahunan. Keputusan ini memungkinkan evaluasi dan penyesuaian target produksi dilakukan setiap tahun, sehingga lebih adaptif terhadap perubahan pasar maupun kebijakan energi transisi.
Dengan kebijakan ini, perusahaan tambang yang masih memiliki RKAB tiga tahunan akan diwajibkan mengajukan RKAB baru untuk tahun 2026 paling lambat Oktober 2025.
3. Dampak Strategis bagi Industri
Kebijakan baru ini memiliki sejumlah implikasi strategis, baik bagi negara maupun pelaku usaha:
- Penguatan Kendali Produksi: Pemerintah dapat lebih mudah menyesuaikan volume produksi dengan target nasional, kebutuhan domestik, maupun fluktuasi permintaan global.
- Stabilisasi Harga: Dengan kontrol tahunan, risiko overproduksi yang bisa memicu kejatuhan harga dapat ditekan lebih baik.
- PNBP Lebih Terukur: Proyeksi penerimaan negara dapat disusun lebih akurat setiap tahun, sehingga mendukung fiskal negara.
- Kewajiban Administratif: Perusahaan harus kembali menyesuaikan diri dengan penyusunan dokumen tahunan, meskipun sistem e-RKAB diharapkan membuat proses lebih efisien dibanding era manual.
- Pengaruh Terhadap Investasi: Investor mungkin menilai adanya ketidakpastian tambahan, tetapi di sisi lain kebijakan ini dapat meningkatkan kepercayaan karena tata kelola lebih disiplin.
4. Respon Pelaku Usaha
Pelaku industri memiliki pandangan beragam terhadap perubahan ini. Sebagian menyambut baik karena pemerintah akan lebih cepat merespons dinamika pasar, sementara sebagian lain mengkhawatirkan potensi beban administratif. Asosiasi pertambangan menekankan pentingnya keterlibatan dunia usaha dalam proses transisi, serta mendesak agar e-RKAB benar-benar sederhana dan tidak menambah birokrasi baru.
Selain itu, kalangan pengusaha berharap pemerintah konsisten memberikan kejelasan timeline dan panduan teknis, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian baru menjelang masa transisi 2026.
5. Rekomendasi untuk Perusahaan
Agar tidak tertinggal dalam masa transisi, pelaku usaha tambang disarankan untuk:
- Melakukan review internal terhadap perencanaan produksi dan anggaran jangka pendek.
- Menyiapkan dokumen RKAB 2026 mulai pertengahan 2025 agar siap diajukan sebelum tenggat Oktober.
- Meningkatkan pemahaman sistem e-RKAB dan menyiapkan tim khusus untuk digitalisasi data produksi.
- Menjalin komunikasi aktif dengan Kementerian ESDM untuk memastikan kelancaran proses persetujuan.
- Menyesuaikan strategi bisnis dengan potensi perubahan kebijakan energi transisi, termasuk peningkatan kebutuhan domestik dan pembatasan ekspor.
Kesimpulan
Kembalinya RKAB ke sistem tahunan mulai 2026 merupakan langkah strategis pemerintah dalam menegakkan kontrol produksi, menjaga stabilitas pasar, serta memperkuat kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara. Meskipun menambah kewajiban administrasi bagi pelaku usaha, keberhasilan implementasi kebijakan ini akan sangat bergantung pada kesiapan sistem digital e-RKAB, kolaborasi erat dengan dunia usaha, serta konsistensi pemerintah dalam menyederhanakan birokrasi. Pada akhirnya, regulasi ini diharapkan menjadi pondasi kuat bagi tata kelola pertambangan yang lebih adaptif, transparan, dan berkelanjutan.